Pages

Sinampura yening kawentenan iwang, ngiring tureksan lan melajah sareng-sareng

Tuesday, 4 December 2012

Penemuan mirah di desa Keliki

Misteri Penemuan Mirah, Desa Pekraman Keliki




            Desa Pekraman Keliki merupakan  satu dari tujuh desa yang terdapat di kecamatan Tegallalang, kabupaten Gianyar.  Desa ini terletak di persimpangan daerah pariwisata dan bahkan sudah menjadi daerah persinggahan para tamu mancanegara. Dengan adanya banyak kunjungan tamu mancanegara, maka desa ini berusaha memberikan pelayanan agar memuaskan para tamu mancanegara yang datang berwisata ke desa tersebut.  Salah satunya adalah perluasan jalan dari pangkal desa menuju ujung desa Keliki. Jalan yang diperluas ini adalah jalan pintas yang melewati sema atau kuburan dan disebelah kuburan terdapat villa khusus disewakan untuk tamu mancanegara yang ingin bermalam di sana.
            Tepat di hari raya Kajeng Kliwon, tanggal 22 November 2012 lalu, seorang pengemudi buldoser dikagetkan oleh Penemuan sebuah batu permata berwarna merah atau mirah di bawah pelinggih (tempat suci umat beragama Hindu). Seorang pengemudi buldoser, Allimudin yang kerap disapa Allim dalam penjelasannya mengatakan, karena sebuah mesin yang digunakan untuk meratakan tanah menyenggol pelinggih tersebut. Sehingga pelinggih yang berada tepat di sebelah jurang yang berdekatan dengan pura “duur gunung” Desa Pekraman Keliki, kecamatan Tegalllalang kabupaten Gianyar.
            Allimudin bermaksud untuk meratakan tanah yang ada di dekat jurang. Di sebelah timur jurang tersebut terdapat sebuah pelinggih. Secara tidak sengaja pelinggih tersebut disenggol oleh mulut buldoser. Pada akhirnya pelinggih tersebut runtuh dan serpihannya jatuh ke jurang. Alimudin yang sedang mengemudikan doser merasa kaget dan menghampiri mulut jurang. Dia tidak mengetahui bahwa benda yang jatuh ke jurang itu adalah bangunan pelinggih yang di sakralkan oleh penduduk di desa Keliki. Hal ini dimaklumi oleh masyarakat setempat, sebab Alllimudin sendiri kepercayaannya adalah agama Islam. Setelah Allim mengetahui bahwa itu merupakan bangunan sakral, dengan langkah yang agak tergesa - gesa pengemudi buldoser itu mencari sumber berdirinya bangunan yang telah runtuh tersebut, yang tersisa hanyalah batu permata berwarna merah. “Tanpa berpikir panjang saya segera mengambilnya dan memasukan ke dalam kantong celana saya.”, ujarnya. Namun, ketika Allim beristirahat makan siang dengan buruh pekerja jalan yang lainnya, tiba – tiba ia merasakan sesuatu yang bergerak – gerak di dalam celananya. Karena merasa geli, ia segera berdiri. Ia merasakan sesuatu yang bergerak itu di kantong celananya (tempat menyimpan mirah yang ia temukan tadi). Dengan perlahan Allim memasukan  tangannya ke dalam kantong celana yang dipakainya. Ternyata, seekor ular berwarna merah dengan tatapan mata yang tajam menatap mata seorang pengemudi buldoser yang kebingungan ini. “ Saya sangat terkejut dan segera melepaskan ular tersebut,” ujar Alimudin.
            Menurut Ida Pedanda, pemuka agama hindu di desa keliki, ular tersebut merupakan “due” atau ida bhatara yang berstana di pelinggih atau bangunan suci tersebut. Mirah atau batu permata yang ditemukan dan diambil secara diam - diam itu adalah lambangnya. Jero mangku Mertha yang dikenal sebagai orang suci menambahkan, jika bangunan suci itu tidak dibangun kembali, maka akan berdampak negatif  terhadap masyarakat setempat. Walaupun tuhan ada di mana – mana, umat beragama hindu selalu melambangkannya dengan sebuah simbol, salah satunya adalah pelinggih. “Tidak hanya manusia yang butuh tempat tinggal, “  tandasnya.
 
di salin dari : Warna Budaya

No comments:

Post a Comment

Entri Populer