Pages

Sinampura yening kawentenan iwang, ngiring tureksan lan melajah sareng-sareng

Thursday, 11 April 2013

devinisi singkat sekar madya



SEKAR MADYA
Sekar Madya yang meliputi jenis-jenis lagu pemujaan, umumnya dinyanyikan dalam prosesi upacara, baik upacara adat maupun agama. Kelompok tembang yang tergolong sekar madya pada umumnya mempergunakan bahasa Jawa tengahan, yaitu seperti bahasa yang dipergunakan di dalam lontar/cerita Panji atau Malat, dan tidak terikat oleh Guru Lagu maupun Padalingsa (seperti pada Sekar Alit atau pupuh). Di dalamnya adalah pembagian-pembagian pada tubuh tembang tersebut, diantaranya :
Pangawit = yang merupakan bagian pembukaan
Pangawak = yang merupakan bagian yang pendek
Panama = merupakan bagian yang panjang
Pangawak = bagian utama dari tembang tersebut.
Kidung diduga datang dari Jawa abad XVI sampai XIX akan tetapi teks kidung ini kemudian kebanyakan ditulis di Bali. Hal ini bisa dilihat dari struktur komposisinya yang terbukti dengan masuknya ide-ide yang terdiri dari Pangawit, Panama dan Pangawak yang merupakan istilah-istilah yang tidak asing lagi dalam tetabuhan Bali.
Di Bali kidung-kidung selalu dilakukan dan dimainkan bersama-sama dengan instrumen. Lagu-lagu kidung ini ditulis dalam lontar tabuh-tabuh Gambang dan oleh karena itulah laras dan namanya banyak sama dengan apa yang ada dalam penggambangan, menggunakan laras pelog Saih Pitu (Pelog 7 nada) yang terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada pemaro/ tengahan.
Modulasi yaitu perubahan tangga nada ditengah-tengah lagu sangat banyak dipergunakan. Beberapa jenis kidung yang masih ada dan hidup di Bali antara lain: Aji Kembang, Dewaruci, Wargasari, Pamancangah, dan lain-lain.
Ini beberapa lirik dari kidung, yakni Kidung Wargasari:
  1. Ida Ratu saking luhur, kawula nunas lugrane, mangda sampun titiang tandruh, mangayat Bhatara mangkin, titiang ngaturang pejati, canang suci lan daksina, sarwa sampun puput, pratingkahing saji.
  2. Asep menyan majagau. Cendana nuhur dewane, Mangda Ida gelis rawuh. Mijil saking luhuring langit. Sampun madabdaban sami. Maring giri meru reko. Ancangan sadulur, sami pada ngiring.
Bisa dilihat, Kidung Wargasari ini adalah kidung pemujaan di mana para pemujanya tengah menghaturkan persembahan seperti pejati, daksina, canang... dengan harapan agar para Bhatara menerima persembahan mereka.
Selain kidung,ada juga jenis tembang lain yang bisa digolongkan ke dalam kelompok Sekar Madya, yakni Wilet dengan jenis-jenisnya meliputi Mayura, Jayendria, Silih-asih, dan lain sebagainya.
fungsi kidung:
  1. Pada upacara Dewa Yadnya di tembangkan kidung:
    • Tatkala nuntun Ida Bhatara: Kawitan Wargasari, Wargasari;
    • tatkala muspa: Mredu Komala, Totaka;
    • tatkala nunas tirta: wargasari;
    • tatkala nyineb: warga sirang.
  2. Untuk Rsi Yadnya digunakan: Rsi Bojana: Wilet Mayura, Bramara Sangupati, Palu Gangsa.
    Untuk Diksa digunakan Rara Wangi.
  3. Untuk Manusa Yadnya:
    • Upacara Raja Swala: Demung sawit,
    • Upacara metatah: Kawitan Tantri, Demung Sawit;
    • Upacara mapetik: Malat Rasmi,
    • Upacara pawiwahan: Tunjung Biru.
  4. Untuk upacara Pitra Yadnya:
    • nedunang/ nyiramang layon: Sewana Girisa, Bala Ugu.
    • Untuk memargi ke setra: Indra Wangsa.
    • Untuk mengurug kuburan (gegumuk): Adri.
    • Untuk Ngeseng sawa: Praharsini;
    • untuk Ngereka abu: Aji Kembang;
    • untuk nganyut abu ke segara: Sikarini, Asti;
    • Untuk Nyekah (Atma Wedana): Wirat Kalengengan.
  5. Untuk Bhuta Yadnya: Pupuh Jerum, Alis-alis Ijo, Swaran Kumbang.
  6. Untuk upacara pelantikan pejabat: Perigel.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa Jawa Kuno (Kawi), dengan tulisan huruf Bali. Tulisan ini bukan tulisan Bali biasa tetapi sudah di modifikasi untuk keperluan menetapkan irama dan tekanan (stressing), terutama pada kakawin: apada, wrtta matra, guru laghu, gana matra, canda karana, guru bhasa, guru lambuk dan purwa kanti.
Para penyanyi sebaiknya tidak menggunakan sound system yang keras, karena kidung dilakukan bersama dengan suara yang sayup-sayup mengiringi puja-mantra, dari pemimpin upacara. Jangan sampai suara kidung demikian keras, sehingga suara gentha Sulinggih tidak terdengar. Mestinya para pelantun kidung berada dekat dengan Sulinggih sehingga mengetahui apa yang sedang dilakukan Sulinggih, lalu memilih kidung apa yang tepat. Jangan sampai Sulinggihnya muput caru, lalu kidungnya wargasari.

No comments:

Post a Comment

Entri Populer