SEKAR MADYA
Sekar Madya yang meliputi
jenis-jenis lagu pemujaan, umumnya dinyanyikan dalam prosesi upacara, baik
upacara adat maupun agama. Kelompok tembang yang tergolong sekar madya pada
umumnya mempergunakan bahasa Jawa tengahan, yaitu seperti bahasa yang
dipergunakan di dalam lontar/cerita Panji atau Malat, dan tidak terikat oleh
Guru Lagu maupun Padalingsa (seperti pada Sekar Alit atau pupuh). Di dalamnya
adalah pembagian-pembagian pada tubuh tembang tersebut, diantaranya :
Pangawit =
yang merupakan bagian pembukaan
Pangawak =
yang merupakan bagian yang pendek
Panama =
merupakan bagian yang panjang
Pangawak =
bagian utama dari tembang tersebut.
Kidung diduga datang dari Jawa abad
XVI sampai XIX akan tetapi teks kidung ini kemudian kebanyakan ditulis di Bali.
Hal ini bisa dilihat dari struktur komposisinya yang terbukti dengan masuknya
ide-ide yang terdiri dari Pangawit, Panama dan Pangawak yang merupakan
istilah-istilah yang tidak asing lagi dalam tetabuhan Bali.
Di Bali kidung-kidung selalu
dilakukan dan dimainkan bersama-sama dengan instrumen. Lagu-lagu kidung ini
ditulis dalam lontar tabuh-tabuh Gambang dan oleh karena itulah laras dan
namanya banyak sama dengan apa yang ada dalam penggambangan, menggunakan laras
pelog Saih Pitu (Pelog 7 nada) yang terdiri dari 5 nada pokok dan 2 nada
pemaro/ tengahan.
Modulasi yaitu perubahan tangga nada
ditengah-tengah lagu sangat banyak dipergunakan. Beberapa jenis kidung yang
masih ada dan hidup di Bali antara lain: Aji Kembang, Dewaruci, Wargasari,
Pamancangah, dan lain-lain.
Ini beberapa lirik dari kidung,
yakni Kidung Wargasari:
- Ida Ratu saking luhur, kawula nunas lugrane, mangda sampun titiang tandruh, mangayat Bhatara mangkin, titiang ngaturang pejati, canang suci lan daksina, sarwa sampun puput, pratingkahing saji.
- Asep menyan majagau. Cendana nuhur dewane, Mangda Ida gelis rawuh. Mijil saking luhuring langit. Sampun madabdaban sami. Maring giri meru reko. Ancangan sadulur, sami pada ngiring.
Bisa dilihat, Kidung Wargasari ini
adalah kidung pemujaan di mana para pemujanya tengah menghaturkan persembahan
seperti pejati, daksina, canang... dengan harapan agar para Bhatara menerima
persembahan mereka.
Selain kidung,ada juga jenis tembang
lain yang bisa digolongkan ke dalam kelompok Sekar Madya, yakni Wilet
dengan jenis-jenisnya meliputi Mayura, Jayendria, Silih-asih, dan lain
sebagainya.
fungsi kidung:
- Pada upacara Dewa Yadnya di tembangkan kidung:
- Tatkala nuntun Ida Bhatara: Kawitan Wargasari, Wargasari;
- tatkala muspa: Mredu Komala, Totaka;
- tatkala nunas tirta: wargasari;
- tatkala nyineb: warga sirang.
- Untuk Rsi Yadnya digunakan: Rsi Bojana: Wilet
Mayura, Bramara Sangupati, Palu Gangsa.
Untuk Diksa digunakan Rara Wangi. - Untuk Manusa Yadnya:
- Upacara Raja Swala: Demung sawit,
- Upacara metatah: Kawitan Tantri, Demung Sawit;
- Upacara mapetik: Malat Rasmi,
- Upacara pawiwahan: Tunjung Biru.
- Untuk upacara Pitra Yadnya:
- nedunang/ nyiramang layon: Sewana Girisa, Bala Ugu.
- Untuk memargi ke setra: Indra Wangsa.
- Untuk mengurug kuburan (gegumuk): Adri.
- Untuk Ngeseng sawa: Praharsini;
- untuk Ngereka abu: Aji Kembang;
- untuk nganyut abu ke segara: Sikarini, Asti;
- Untuk Nyekah (Atma Wedana): Wirat Kalengengan.
- Untuk Bhuta Yadnya: Pupuh Jerum, Alis-alis Ijo, Swaran Kumbang.
- Untuk upacara pelantikan pejabat: Perigel.
Bahasa yang digunakan adalah bahasa
Jawa Kuno (Kawi), dengan tulisan huruf Bali. Tulisan ini bukan tulisan Bali
biasa tetapi sudah di modifikasi untuk keperluan menetapkan irama dan tekanan (stressing),
terutama pada kakawin: apada, wrtta matra, guru laghu, gana matra, canda
karana, guru bhasa, guru lambuk dan purwa kanti.
Para penyanyi sebaiknya tidak
menggunakan sound system yang keras, karena kidung dilakukan bersama dengan
suara yang sayup-sayup mengiringi puja-mantra, dari pemimpin upacara. Jangan
sampai suara kidung demikian keras, sehingga suara gentha Sulinggih tidak
terdengar. Mestinya para pelantun kidung berada dekat dengan Sulinggih sehingga
mengetahui apa yang sedang dilakukan Sulinggih, lalu memilih kidung apa yang
tepat. Jangan sampai Sulinggihnya muput caru, lalu kidungnya wargasari.
No comments:
Post a Comment