Lahan atau objek kajian dalam penelitian kesusastraan sesungguhnya begitu
berlimpah. Barangkali juga, selama manusia memerlukan sastra, selama itu pula
terbuka peluang bagi sesiapa pun untuk melakukan penelitian terhadap berbagai
aspek yang berkaitan dengan keberadaan sastra. Keadaan tersebut tentu saja
dimungkinkan oleh banyak faktor. Beberapa di antaranya, dapatlah disebutkan
berikut ini.
Pertama, penelitian sastra meliputi cakupan yang begitu luas dan beragam.
Dilihat dari rentang pembagian batas waktunya, penelitian sastra dapat melalui
penelusuran secara paradigmatik, atau karya-karya yang sezaman dengan
penelusuran secara sinkronik. Baik penelusuran secara paradigmatik, maupun
sinkronik, mencakupi penelitian terhadap sastra tradisional –sastra lisan dan
naskah-naskah lama— maupun sastra modern.
Kedua, penelitian sastra berhadapan dengan sejumlah karya berlimpah.
Dilihat dari ragamnya, penelitian sastra dapat dilakukan terhadap ragam puisi,
prosa –novel dan cerpen—, drama, dan esai kritik. Begitu juga perkara yang
menyangkut media yang digunakannya: buku, majalah, suratkabar, atau
naskah-naskah yang ditulis tangan, sebagaimana yang dilakukan para penulis
naskah-naskah lama.
Ketiga, penelitian sastra berurusan dengan berbagai masalah yang tidak pernah
selesai, mengingat sastra selalu berada dalam ketegangan antara konvensi dan
inovasi. Dilihat dari objek kajiannya, penelitian sastra dapat menumpukan diri
pada masalah teks sastra yang sejak zaman entah kapan selalu lahir dan terus
lahir, tanpa pernah mati. Kalaupun nyaris mati, ia justru dihidupkan oleh
penelitian itu sendiri. Resepsi pembaca tentang karya sastra yang sezaman
(sinkronis) dan yang tidak sezaman sesuai perkembangannya (diakronik) dapat
pula menjadi lahan penelitian.
Keempat, penelitian sastra dapat dilakukan dengan kesengajaan memasalahkan
apa pun yang berhubungan dengan perjalanan dan perkembangan sastra. Sejarah
kesusastraan dengan berbagai masalahnya, berikut gejolak masyarakatnya, juga
dapat menjadi lahan garapan penelitian sastra. Dilihat dari kelahiran dan
perjalanannya, penelitian sastra dapat mengkhususkan diri pada sebuah karya
atau sejumlah karya yang dilahirkan dalam kurun waktu tertentu. Peneliti boleh
memusatkan perhatiannya hanya pada satu karya, tetapi boleh juga menempatkannya
dalam rentang waktu sejarah perjalanannya. Dalam hal itu, peneliti menempatkan
salah satu karya sastra dalam konteks sejarahnya.
Kelima, penelitian sastra dapat dilakukan dengan menempatkan teks dalam
konteksnya. Dilihat dari sistem sastra, penelitian sastra dapat berorientasi
pada keberadaan pengarang sebagai penghasil karya, teks sastra sebagai produk
budaya, penerbit –termasuk media massa— sebagai pihak atau lembaga yang
memungkinkan karya itu lahir dan menyebar, pembaca sebagai penikmat dan pemberi
makna, serta pembaca kritis atau kritikus sebagai pihak yang dianggap mempunyai
pengetahuan dan kompetensi dalam bidang sastra dengan berbagai aspeknya.
Tentu saja kita masih dapat menderetkan faktor lain lebih panjang, seperti
soal sastra lisan, pengalihan atau pengangkatan bentuk karya sastra ke bidang
seni lain, seperti film atau drama, atau juga persoalan yang menyangkut
karya-karya terjemahan. Dalam hal ini, keseluruhan penelitian itu tercakup
dalam apa yang disebut ilmu sastra atau dalam istilah teknisnya disebut kritik
sastra (criticism). Istilah lain yang digunakan dalam pengertian itu
adalah telaah sastra, kajian sastra, atau penelitian sastra.
Langkah apa saja yang perlu dilakukan ketika seseorang hendak meneliti
salah satu aspek kesusastraan yang begitu berlimpah itu. Bagaimana pula kita
dapat dengan mudah memilih dan menentukan objek penelitian sastra yang hendak
kita lakukan. Lalu, apanya yang akan kita teliti mengingat dunia sastra dengan
berbagai masalahnya itu, sungguh begitu luas dan berlimpah.
***
Penelitian sastra secara akademis termasuk ke dalam kegiatan ilmiah. Di
sana ada sejumlah syarat dan prosedur yang terpaksa mesti kita ikuti. Kegiatan
ilmiah mensyaratkan pemanfaatkan kerangka teoretis, metodologi, dan perangkat
lain yang sering menjadi semacam kaidah dalam sebuah kegiatan ilmiah. Dalam hal
ini, tentu saja kita perlu memilih, menggunakan dan mengoperasionalisasikan
salah satu (atau salah dua) pendekatan —dari sejumlah pendekatan yang ada— yang
dapat kita pandang tepat dan pas sebagai alat analisisnya.
Sejumlah hal itulah yang –barangkali—membuat kita –belum apa-apa—sudah
cenderung berkutat dengan teori dan metodologi, tanpa merasa perlu bersentuhan
dengan karyanya sendiri yang justru hendak dijadikan objek atau bahan
penelitiannya. Kecenderungan itu pula yang membawa dunia akademis terkesan
sebagai pihak yang begitu konservatif terhadap teori dan metodologi, tetapi
acapkali atau bahkan cenderung mengabaikan keberadaan karya sastranya itu
sendiri. Itulah salah satu problem penelitian sastra di lingkungan dunia
akademi.
***
Sebelum kita memasuki pembicaraan mengenai langkah-langkah apa saja yang
mesti dilakukan kalangan akademis dalam melakukan, menumbuhkan, mengembangkan,
dan menggairahkan penelitian sastra, eloklah kita mencermati dahulu bagan
berikut ini:
1. DEVENISI
DAN BATASAN SASTRA
a.
Sastra
dan Study Study Sastra
Sastra
adalah suatu kegiatan kreatif, sebuah karya seni. Sastra juga merupakan cabag
ilmu pengetahuan. Study sastra memiliki metode-metode yang absah dan ilmiah, walaupun
tidask selalu sama dengan metode ilmu-ilmu alam mempelajari fakta-fakta yang
berulang, sewdangkan sejarah mengkaji fakta-fakta yang silih berganti. Karya
sastra pada dasarnyabersifat umum dan sekaligus bersifat khusus, atau lebih
tepat lagi individual dan umum sekaligus. Study sastra adalah sebuah cabang
ilmu pengetahuan yang berkembang terus-menerus.
b.
Sifat-sifat
Sastra
Salah
satu batsan sastra adalah segala sesuatu yang tertulis atau tercetak. Menurut
teori Greenlaw dan praktek banyak ilmuan lain, study sastra bukan hanya
berkaitan erat, tetapi identik dengan sejarah kebudayaan. Istilah sastra dapat
diterapkan pada seni satra, yaitu sastra sebagaikarya imajinatif. Bahsa adalah
bahan baku dari sastra sebagai medianya
dan bahs itu sendiri bukan benda mati seperti batu, melainkan ciptaan
manusia dan mempunyai muatan budaya danlinguistic dari kelompok pemakai bahasa
tertentu. Bahasa ilmiahcenderung menyerupai sistem tanda matematika atau logika
simbolis. Sedngkan bahasa sastra penuh ambiguitas dan homonim dengan kata lain
adalah basa sastra sangat konotatif.
c.
Fungsi
Sastra
Edgar
Allan poe melontarkan sastra berfungsi menghibur dan sekaligus mengajarkan
sesuatu. Menurut sejumlah teoritikus, fungsi sastra adalah untuk membebaskan
pembaca dan penulisnya dari tekanan emosi. Mengekpresikan emosi berarti
melepaskan diri dari emosi itu.
d.
Teori,
Keritik, dan Sejarah Sastra
Dalam
wilayah studi sastra perlu ditarik perbedaan antara teori sastra, kritik
sastra, dan sejarah sastra. Yuang pertama-tama perlu dipilah adalah perbedaan
sudut pandang yang mendasar. Antara teori, kritik, dan sejarah sastra tidak dapat
dipisahkan satu sama lain. Teori sastra adalah study prinsip, katagori, dan
cerita yang ada pada sastra itu sendiri. Kritik sastra adalah study karya-karya
konkret (pendekatan statis). Dan sejarah sastra adalah mempelajari dan
menyatukan sejarah sastra masakini dan masa lampau.
e.
Sastra
Umum, Sastra bandingan, dan Sastra Nasional
Istilah
sastra perbandingan dalam prakteknyamenyangkut bidang study dan masalah lain.
Pertama dipakai untuk study sastra lisan, kedua mencakup study hubungan antara
dua kesusastran atau lebih, dan yang ke tiga sastra bandingan disamaka dengan
study sastra menyeluruh. Sastra bandingan mempelajari hubungan dua kesusastran
atau lebih. Sastra umum mempelajari gerakan dan aliran sastra yang melampaui
batas nasional. Sastra nasional menurut penguasaan bahasa asing dan
keberanianuntuk menyisihkan rasa kedaeahan yang sulit dihilangkan.
2.
PENELITIAN
PENDAHULUAN
a.
Memilih
dan Menyusun naskah
Salah
satu kegiatan ilmuan adalah mengumpulkan naskah yang akan dipelajarinya,
memulihkan dari dampak waktu, dan meneliti identitas pengarang, ke aslian,
tahun penciptaan. Dan semua ini adalah kegiatan persiapan. Ada dua tingkat
kegiatan persiapan dalam memilih naskah:
·
Menyusun
dan menyiapkan naskah.
·
Menentukan
urutan karya menurut waktu penciptaan, memeriksa keaslian, memastikan pengarang
naskah, meneliti karya kerjasama dan karya yang sudah diperbaiki oleh pengarang
dan penerbit.
Dan
ada 5 kegiatan menyusun naskah:
·
Menyusun
naskah dan mengumpulkan naskah dalam bentuk manuskrip atau cetakan.
·
Membuat
katalog atau keterangan bliografi.
·
Proses
editing.
·
Proses
menetapkan silsilah teks berbeda dengan kritik teks.
·
Koreksi
teks.
3.
STUDY
SASTRA DNGAN PENDEKATAN EKTRINSIK
a.
Sastra
dan biografi
Penyebab
utama lahirnya karya sastra adalah penciptanya sendiri yakni sang pengarang.
Biografi dapat dinikmati karena mempelajari hidup pengarang yang jenius,
menlusuri perkembangan moral, mental, dan intelektualnya.dan dapat juga
dianggap sebagai study yang sistematis tentang psikologi pengarang dan proses
kreatif. Permasalahan penulisan biografi adalah permasalahan sejarah. Penulisan
biografi harus menginterpretasikan dokumen, surat, laporan saksi mata, ingatan
dan pernyatan otbiografis.
4. SISTEM
PENGARANG
Pengarang dalam sistem sastra makro ditempatkan tidak lebih penting dari pembaca. Harus diakui, bahwa lahir dan hidupnya dunia kesusastraan dimungkinkan oleh keberadaan pengarang. Jadi, meskipun pengarang yang memungkinkan lahirnya karya sastra, dalam konteks sistem sastra, ia diperlakukan sama pentingnya dengan pihak-pihak lain yang berperan dalam menghidupkan keberadaan dunia sastra. Pengarang sebagai kreator, penghasil karya sastra, di zaman modern ini, harus mendasari kemampuannya tidak lagi ada bakat alam, talenta, melainkan juga pada intelektualitas. Seorang pengarang modern, mutlak harus mempunyai kemampuan menciptakan sebuah dunia; dunia yang dibangunnya lewat bahasa. Kemampuan ini tentu saja akan berkutat pada dunia yang itu-itu saja, jika ia juga tidak meluaskan cakrawala pengetahuannya. Dengan demikian, seorang pengarang modern dituntut mempunyai pengetahuan yang luas, agar ia terus berkarya dan tidak kehabisan bahan.
Persoalan itu, dalam sistem
pengarang, akan membawa seorang peneliti menelusuri lebih jauh pada latar
belakang pendidikan pengarang, kultur yang telah melahirkan dan membesarkannya,
lingkungan masyarakat, profesi kepengarangannya, ideologi yang dianut, dan
masalah patronase (pengayoman). Jika kita hendak mempersempit masalahnya dan
menghubungkannya dengan karya sastra (teks) yang dihasilkannya, maka kita dapat
melakukan penelitian mengenai
·
pengarang
dan karya-karyanya dengan fokus pada salah satu karyanya,
·
latar
belakang pendidikan pengarang dan hubungannya dengan teks yang dihasilkannya,
·
kecenderungan
pengarang tertentu –atau sejumlah pengarang—dalam satu komunitas sosial,
·
kecenderungan
pengarang tertentu dalam hubungannya dengan kultur masyarakat yang telah
melahirkan dan membesarkannya,
·
kepengarangan
sebagai sebuah profesi,
·
masalah ideologi
pengarang dalam kaitannya dengan teks yang dihasilkannya,
·
teks dalam
hubungannya dengan sistem pengayoman.
Sesungguhnya, penelitian mengenai
persoalan tersebut di atas, termasuk ke dalam tema-tema umum yang masih mungkin
dikerucutkan lebih tajam lagi. Gambaran tersebut sekadar hendak menegaskan,
bahwa dari satu aspek saja –sistem pengarang—kita dapat melakukan berbagai
macam penelitian sastra.
5.
SISTEM PENERBIT
Dalam sastra modern, penerbit adalah pihak atau lembaga yang memungkinkan terjadinya produksi dan reproduksi karya sastra. Dalam pengertian ini, di dalamnya termasuk media massa (majalah dan suratkabar) yang juga berperan sama. Dalam hubungannya dengan teks sastra, penerbit dan media massa sering kali terikat oleh kepentingan-kepentingan tertentu (ideologi, ekonomi). Oleh karena itu, di dalam proses penerbitan atau publikasi sebuah karya sastra, tidak terhindarkan adanya pihak lain yang terlibat dalam proses produksi atau reproduksi karya. Dalam hubungan itulah, keterlibatan pihak-pihak itu, seringkali ikut mempengaruhi struktur formal karya.
Hal lain yang berkaitan dengan sistem penerbit
menyangkut persoalan distribusi dan penyebaran karya. Penerbit besar atau media
massa nasional yang punya jaringan luas dalam soal distribusi akan lain
pengaruhnya dibandingkan dengan penerbit swadaya atau media massa lokal. Dalam
hal ini, tentu saja tugas peneliti menjadi sangat penting dalam usaha membuat
pemetaan konstelasi kesusastraan sebuah komunitas.
Penelitian lain yang dapat dilakukan
berkaitan dengan sistem penerbit, berurusan dengan beberapa hal berikut:
·
ideologi dan
kepentingan penerbit,
·
peranan dan
pengaruh penerbit terhadap struktur formal karya sastra,
·
sistem
pengayoman yang dilakukan penerbit,
·
faktor
sosial-politik-ekonomi yang mempengaruhi penerbit,
·
jaringan
distribusi, dan
·
sasaran pembaca.
Dalam hubungan itu, keberadaan dan
peranan penerbit dan media massa penting artinya dalam penelitian sastra, baik
yang bersifat sinkronis, maupun diakronis.
6.
SISTEM PEMBACA
Dalam sistem sastra makro, tidak dibedakan antara penikmat atau pembaca biasa, pembaca ahli dan pembaca kritis atau kritikus (: peneliti). Ronald Tanaka menempatkan pembaca ahli dan pembaca kritis atau kritikus ini dalam sistem kritik. Meski demikian, keberadaan pembaca dalam sistem ini tetap dianggap penting, karena dalam banyak hal, pembaca sering kali ikut mempengaruhi situasi dan kondisi kehidupan kesusastraan. Jadi, keberadaan pembaca tidak dapat diabaikan begitu saja. Mereka tak jarang, justru menjadi bahan pertimbangan pengarang dan penerbit. Dengan demikian, karya sastra yang ditulis dengan sasaran pembaca tertentu, tidak hanya memaksa dan menyeret pengarang untuk mempertimbangkan masalah di luar teks, tetapi juga memaksa penerbit melakukan semacam kompromi, khasnya dengan pengarang. Akibat kompromi itulah, pengarang sering berada dalam posisi yang tidak menguntungkan. Memperbaiki, bahkan mengubah teks sejalan dengan keinginan penerbit yang berorientasi pada (selera) pembaca. Karya sastra populer –yang menekankan pada pemanjaan selera pembaca—dan sastra propaganda –yang berorientasi pada tujuan mempengaruhi ideologi pembaca— misalnya, merupakan contoh kasus ini.
Penelitian yang dapat dilakukan berkaitan dengan
sistem pembaca ini, beberapa di antaranya, menyangkut: (a) latar belakang dan
kultur pembaca, (b) usia dan jenis kelamin pembaca, (c) pendidikan dan ideologi
pembaca, (d) pemaknaan sebuah teks yang ditentukan oleh penguasaan (i) konvensi
bahasa, (ii) konvensi budaya, (iii) konvensi sastra, dan (e) penerimaan pembaca
terhadap sebuah teks (resepsi sastra) dalam kurun waktu yang sezaman
(sinkronis) dan dalam rentang waktu tertentu (diakronis).
7.
SISTEM KRITIK
Praktik kritik sastra yang membicarakan sebuah karya, penelitian serius terhadap karya sastra, seperti makalah ilmiah, skripsi, tesis, disertasi, atau esai dan resensi buku sastra yang dimuat media massa, merupakan salah satu bahan penelitian yang termasuk ke dalam sistem kritik. Karya-karya itu merupakan pandangan kritikus atau pembaca ahli. Di Indonesia para penulis kritik ini datang dari latar belakang pendidikan yang heterogen. Sesiapa pun yang merasa mempunyai kemampuan untuk menulis kritik dan tulisan-tulisan kritiknya telah banyak dipublikasikan, sering kali ditempatkan dalam posisi sebagai kritikus. Masyarakat pendukung kesusastraan itu sendiri cenderung tidak memasalahkan latar belakang pendidikan penulis kritik. Oleh karena itu, kritik sastra di Indonesia dapat dibagi ke dalam dua bagian besar yaitu kritik akademis dan kritik umum.
Dalam kritik sastra akademis yang sering juga disebut
kritik ilmiah, penekanan pada apresiasi mesti didukung oleh alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan. Oleh karena itu, objektivitas atas nilai
yang dikemukakan, menjadi
landasan. Artinya, ia mesti dapat diterima berdasarkan ketentuan ilmiah;
persyaratan atau teori tertentu yang di dunia akademis, mutlak perlu karena
tuntutannya memang demikian. Sementara itu, dalam kritik umum,
ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam dunia ilmiah, mungkin saja tidak
dianggap penting. Oleh karena itu, kerangka teoretis dan metodologi yang di
dalam kritik akademis sangat penting, dalam kritik umum justru sering
diabaikan. Hampir semua media massa (majalah dan suratkabar) lebih menyukai
memuat kritik umum daripada kritik akademis. Masalahnya, kritik umum ditulis
dalam bahasa yang sangat cair yang memungkinkan dapat dipahami oleh berbagai
macam kalangan masyarakat.
Penelitian sastra yang berkaitan dengan sistem kritik
ini, menyangkut beberapa hal berikut ini: (a) jenis media yang memuat tulisan
kritik, (b) latar belakang pendidikan kritikus, (c) profesi penulis kritik, (d)
ideologi yang dianut, (e) model penilaian yang digunakan, yaitu (i) penilaian
absolut, (ii) relatif, (iii) perspektif.
No comments:
Post a Comment